Banjir Kritik Anies yang Tak Bisa Cegah Kerumunan Pasar Tanah Abang
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (Foto: Instagram @aniesbaswedan)

Bagikan:

JAKARTA - Jumat, 30 April sore, Stasiun Tanah Abang dipadati masyarakat yang habis berbelanja baju lebaran dari Pasar Tanah Abang. Sabtu dan Minggunya, "lautan" manusia berjubel di dalam Pasar Tanah Abang agar bisa mengenakan baju baru saat Hari Raya.

Minggu, 2 Mei siang, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan langsung mengecek kondisi pasar terbesar se-Asia Tenggara tersebut. Anies mengajak Panglima Kodam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman dan, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran untuk rapat langsung memutuskan kebijakan pembatasan pengunjung.

Namun, DPRD DKI menganggap Anies gagap dalam merespons kerumunan ini. Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi menganggap semestinya Anies bisa mencegah kerumunan di Tanah Abang. 

"Karena seharusnya ini bisa dicegah. Kerja-kerja Satgas COVID-19 di DKI Jakarta kemana kalau bisa sampai terjadi kerumunan seperti itu," kata Prasetio kepada wartawan, Senin, 3 Mei.

Anggota Komisi A DPRD DKI dari Fraksi PSI, Wiliam Aditya Sarana menyesalkan Anies baru mulai bertindak saat ramai diberitakan di media massa dan media sosial, padahal kerumunan massa mulai melonjak seminggu terakhir di berbagai tempat seperti di pasar, pusat perbelanjaan dan tempat wisata.

“Kerumunan Tanah Abang itu tidak tiba-tiba terjadi dalam satu hari, hanya saja Gubernur Anies baru bertindak saat sudah viral di media. Kalau tidak viral, saya kira tidak akan ada tindakan apa-apa,” ujar William.

Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Gilbert Simanjuntak turut menganggap kerumunan yang terjadi di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat bukan karena Pemprov DKI kecolongan, tapi karena kelalaian Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. 

"Kerumunan di Tanah Abang itu bukan kecolongan, tapi kelalaian. saya melihat kesan memang fokus Gubernur sedang tidak di DKI, tapi fokus ke yang lain," kata Gilbert.

Seharusnya sewaktu klaster COVID-19 perkantoran naik beberapa waktu lalu, Anies sudah bisa sudah harus antisipasi. Kalau pegawai kalangan terdidik saja mulai abai protokol kesehatan, apalagi masyarakat umum. 

Penuhnya pengunjung bisa terjadi karena tidak diawasi. Seharusnya pintu masuk parkiran sudah harus ditutup ketika kapasitas mulai penuh.

"Kesannya pengarahan dan pengawasan dari Pemprov DKI tidak ada, sehingga hal ini terjadi. Sepatutnya ada permintaan maaf karena mengorbankan keselamatan rakyat," ujar dia.

Menambahkan, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah melihat logika yang kacau dari pengelolaan kebijakan pengendalian COVID-19. Dari tingkat Pemprov DKI, misalnya.

Reaksi yang diambil tak cuma menunjukkan Pemprov DKI terlambat tapi juga gagal mengimplementasikan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). 

"Implementasi kebijakan PPKM itu tidak optimal. Sangat lemah. Karena di situ harusnya kan bisa diantisipasi. Pemprov DKI sebagai pelaksana di lapangan harusnya bisa mengantisipasi. Kejadian di Tanah Abang itu bisa dicegah. Artinya, manakala kemudian sudah biasa dalam masyarakat kita mendekat hari Lebaran. Tanah Abang jadi salah satu favorit kan. Harusnya sudah tahu," ungkap Trubus.

Terkait