JAKARTA - Penawaran investasi Iwan Sunito melalui One Global Gallery di Indonesia disorot menyusul keluarnya keputusan likuidasi CII Group Pty Ltd oleh Pengadilan Negeri Australia bulan lalu. Keputusan tentang likuidasi tersebut tertuang dalam putusan No. NSWSC 318/2025 telah dilaporkan kepada Australian Securities and Investments Commission (ASIC) dan dipublikasikan pada tanggal 28 Maret 2025 melalui pengumuman resmi komisi investasi Negeri Kangguru tersebut.
Putusan tersebut juga mengungkap bahwa dana yang disediakan Iwan Sunito hanya cukup untuk membayar biaya administrator, tanpa ada jaminan pembayaran kepada para kreditur. Hal ini disebut-sebut bisa memicu kekhawatiran serius terhadap niat sebenarnya dalam proses restrukturisasi CII Group tersebut.
Seperti diketahui sebelumnya Iwan Sunito, pengembang ternama dengan bendera usaha Crown Group di Sydney, gencar mempromosikan ajakan investasi terhadap asset property Perseroan di negara tersebut. Dalam artikel yang diterbitkan Kompas.com dan beberapa media lainnya tanggal 27 Maret 2025, Iwan Sunito mengumumkan keberhasilan akuisisi One Global Gallery di Sydney—Mall yang sebelumnya bernama The Grand Eastlakes—melalui bendera barunya, One Global Capital.
Ia mengklaim bahwa nilai aset meningkat lebih dari 40 persen, dengan tingkat hunian mencapai 90 persen dan potensi dividen yang menjanjikan.
"Dengan lonjakan nilai dari One Global Gallery hingga lebih dari 40 persen dari nilai awal akuisisi, memungkinkan kami membagikan dividen kepada para pemegang saham lebih cepat dari rencana awal," ujar Sunito, seperti dikutip Kompas.com.
Akuisisi pusat perbelanjaan One Global Gallery di Sydney, Australia, oleh pengembang asal Indonesia, Iwan Sunito, pada tahun 2024 diklaim telah menunjukkan kinerja positif. Mal yang sebelumnya dikenal sebagai The Grand Eastlakes ini mencatatkan tingkat hunian mencapai 90 persen. Setelah proses akuisisi dan rebranding melalui bendera One Global Capital, mal ini mengalami peningkatan tarif sewa yang signifikan.
Menurut Iwan kepada media ketika itu, kondisi ini berdampak pada peningkatan nilai mall hingga lebih dari 40 persen dari nilai akuisisi awal. Selain itu, pendapatan berulang (recurring income) perusahaan juga meningkat, terutama dari sektor perhotelan yang terintegrasi dengan mal.
CII Group sebelumnya memegang paling banyak 50 persen saham di Crown Group Holdings. Namun, keputusan pengadilan tersebut menandai berakhirnya keterlibatan Iwan Sunito secara hukum dalam perusahaan properti ternama tersebut.
Hati-Hati Risiko Investasi
Terkait soal investasi terhadap asset yang dilikuidasi, Financial Planner dari Finansialku, Rista Zwestika, pernah mengingatkan agar investor menghitung risiko kerugian atas asset yang masih dalam masalah hukum seperti dituntut di pengadilan, melanggar aturan, atau alasan lainnya.
"Jika terjadi perusahaan yang dilikuidasi, kamu sebagai pemegang saham berada di urutan terakhir yang berhak menerima aset, setelah perusahaan membayar pajak, karyawan dan melunasi utang," kata Rista, seperti dikutip dari IDN Times belum lama ini.
Terkait dengan rencana atau upaya permohonan untuk tidak dilikuidasi, menurut laporan Peter Gosnell di Insolvency News Online (iNO) pada 9 April 2025, terungkap bahwa upaya Iwan Sunito untuk mencegah likuidasi CII Group ditolak mentah-mentah oleh Hakim Ashley Black.
Ketika itu Sunito menunjuk dua administrator dari Greengate Advisory, Patrick Loi dan John Chand, yang mencoba menunda sidang likuidasi agar Sunito dapat mengajukan skema penyelamatan (Deed of Company Arrangement/DoCA). Namun, permohonan tersebut dianggap lemah dan tidak didukung bukti yang kredibel.
“Permohonan ini... meskipun disampaikan dengan moderasi dan elegansi, tidak dapat menyembunyikan kenyataan bahwa permohonan ini tidak memiliki dasar yang masuk akal,” tegas Hakim Black.
Menurut putusan, dana 100.000 dolar Australia yang ditempatkan Sunito di akun trust hanya cukup untuk membayar honorarium administrator, bukan untuk membayar utang kepada kreditur. Akhirnya, pengadilan menolak penundaan dan menunjuk Michael Brereton dan Sean Wengel dari William Buck sebagai likuidator resmi untuk menyelesaikan aset dan kewajiban CII Group.