DPR pun Sampai Turun Tangan Hadapi Kisruh Hotel Mewah di Revitalisasi TIM
Demo penolakan hotel mewah di area revitalisasi Taman Ismail Marzuki (Diah Ayu Wardani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Polemik penolakan pembangunan hotel mewah dalam revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) telah sampai ke telinga DPR RI. Setelah mendengar alasan penolakan dari para seniman, Komisi X DPR RI bakal melanjutkan pembahasan dengan pemerintah daerah. 

Di agenda berikutnya, DPR akan meminta klarifikasi pemerintah daerah yakni Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi. Tak luput, DPR juga memanggil BUMD yang menggarap proyek revitalisasi, PT Jakarta Propertindo (JakPro). 

Alasan masalah penolakan pembangunan hotel mewah ini bisa sampai diurus oleh DPR karena DPRD DKI tak kunjung memproses keinginan seniman. Padahal, para seniman yang tergabung dalam Forum Seniman Peduli TIM (FSPTIM) telah melakukan audiensi di DPRD. 

Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi bilang, penyelesaian polemik hotel mewah bakal diselesaikan oleh DPR, mengingat anggota parlemen Senayan telah turun tangan. 

"Kenapa mesti ke DPR, karena TIM itu situs budaya nasional. Saya besok dipanggil oleh DPR RI, mau diajak obrol diskusi itu," ucap Prasetio saat ditemui di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Selasa, 18 Februari. 

Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi (Diah Ayu Wardani/VOI)

Dalam pertemuan dengan DPR nanti, Prasetio akan mengemukakan pandangan bahwa revitalisasi TIM, khususnya pembangunan hotel mewah ditentang oleh seniman karena Pemprov DKI tak terbuka dalam bersosialisasi. 

"Sebaiknya fasilitasi dulu para seniman maunya seperti apa, jangan bicara komersialnya. Seniman ini kan punya pemikiran-pemikiran yang kita enggak ngerti, Kalau bicara masalah komersialnya dulu, ya pasti mereka menolak," jelas Prasetio. 

Sebagai informasi, mulanya penolakan ini lantang disuarakan beberapa pegiat seni pada diskusi bertajuk "PKJ-TIM Mau Dibawa ke Mana?" yang digelar di Pusat Dokumentasi HB Jassin, TIM, pada Rabu, 20 November 2019. Dalam diskusi tersebut, sejumlah penggiat seni di TIM menolak pembangunan hotel bintang lima. 

Ketua FSPTIM Radhar Panca Dahana mengangap pembangunan hotel mewah bertolak belakang dengan mukadimah TIM sebagai pusat seni kreatif dan seni hiburan. Hal itu tertuang pada Surat Keputusan mantan Gubernur DKI Ali Sadikin saat meresmikan TIM pada tahun 1968.

Desain Revitalisasi TIM (dok. Istimewa)

Sebenarnya, Radhar tidak menolak adanya revitalisasi TIM. Namun, mereka secara tegas menolak komersialisasi TIM dalam bentuk pembangunan hotel mewah. Belum lagi, jajaran Pemprov DKI seakan menjadi tembok bisu melihat upaya penolakan hotel tersebut. 

"Kami bukannya menolak revitalisasi, TIM jadi baru itu oke, tapi jangan dengan arogansi kekuasaan itu. Ajaklah bicara kita sebagai pemangku kepentingan utamanya. Dia baru berapa tahun jadi gubernur, kita sudah 50 tahun jadi seniman kok gak diajak ngomong," ucap Radhar.

Saat ini, revitalisasi TIM tetap berjalan. Progres revitalisasi TIM sudah masuk pada pembangunan tahap 2, yakni revitalisasi gedung Graha Bakti Budaya (GBB) yang mulai dilakukan pembongkaran. Gedung GBB akan dibangun kembali dengan rancangan desain modern dan minimalis. 

Sementara, pembangunan tahap 1 yang dimulai lebih dulu masih terus berjalan. Pembangunan tersebut meliputi gedung parkir, relokasi Masjid Amir Hamzah, gedung perpustakaan, Pusat Dokumentasi Sastra HB. Jassin, selasar publik, galeri seni, area ruliner, kios retail, dan wisma seni (hotel).